Sunday, November 11, 2007

Taruhan Presiden Indonesia

Jakarta 15 November 2006
Taruhan Presiden Indonesia

Pro-kontra soal pembentukan Unit Kerja Presiden untuk Pengelolaan Program dan Reformasi (UKP-PPR) mungkin segera berakhir setelah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memutuskan untuk mempertahankan lembaga unit kerja ini melalui Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 2006. Presiden yang tampil seorang diri tanpa didampingi Wakil Presiden, kepada pers di Kantor Presiden Kamis (9/11) lalu menjelaskan bahwa UKP-PPR akan dibebani lima tugas yang merupakan bagian dari tanggung jawabnya sebagai kepala pemerintahan.
Lima tugas UKP-PPR sebagaimana dijelaskan Presiden adalah perbaikan iklim usaha atau investasi dan sistem pendukungnya, pelaksanaan reformasi administrasi pemerintahan, peningkatan kinerja BUMN, perluasan peranan usaha kecil menengah, dan perbaikan penegakan hukum.
Tak ada yang meragukan bahwa keputusan ini merupakan bagian dari hak prerogratif Presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan dalam sistem presidensial. Presiden memiliki kewenangan dalam lingkup tugasnya untuk mengambil kebijakan agar tujuan-tujuan nasional dapat tercapai selama masa jabatannya ini.
Polemik seputar masalah itu muncul karena berhembus kabar bahwa Wakil Presiden Jusuf Kalla tidak diajak berembuk. Kabar tak sedap pun beredar bahwa ada "sesuatu" yang mengganggu keharmonisan hubungan dua orang pemimpin negeri ini. Apalagi diperkuat dengan pertemuan empat mata antara Presiden dan Wapres lebih dari satu kali dalam waktu kurang dari sepekan.
Apa yang bisa direfleksikan dari persoalan ini? Sesungguhnya tak ada yang baru dalam kasus ini, sebagaimana beberapa kasus sebelumnya yang dapat diarahkan pada persoalan rivalitas antara Presiden dan Wapres. Ketika Wapres Jusuf Kalla menjadi ketua umum Partai Golkar, persoalan rivalitas ini sebenarnya telah dapat diduga. Apalagi baik Presiden maupun Wapres sama-sama berpeluang untuk bersaing dalam pemilu tahun 2009. Maka ada kecenderungan kepentingan politik untuk tetap bertahan dalam kekuasaan lebih dominan mempengaruhi jalannya pemerintahan. Pemilihan anggota kabinet pun tampaknya sarat dengan kepentingan politik ini sehingga dapat diduga bahwa jalannya pemerintahan akan terkuras untuk mengelola kepentingan ini.
Satu hal yang ironis tecermin pada kasus ini adalah fenomena sulitnya partai-partai politik bekerja sama dalam membangun bangsa. Hubungan Presiden dan DPR diwarnai oleh logika sistem parlementer di mana DPR dikuasai oleh dua partai yang unggul dalam pemilu legislatif tetapi bukan pembentuk lembaga eksekutif. Sementara eksekutif menggunakan logika sistem presidensial dengan mengedepankan hak istimewa presiden dalam pembuatan keputusan.
Persoalan ketatanegaraan itu memunculkan konsekuensi serius dalam hal kestabilan jalannya pemerintahan. DPR akan selalu memakai logika parlementer karena konstelasi politik hasil pemilu yang tidak berimbang antara kekuatan DPR dan eksekutif. Kasus pembentukan UKP3R juga memunculkan masalah komunikasi politik Presiden yang belum terkelola dengan baik. Presiden seperti memberi 'peluang' bagi para pengritiknya untuk mempertanyakan kemampuan Presiden mempertanggungjawabkan kebijakannya.
Adalah hal yang tidak kompeten jika Presiden kemudian membekukan Keppres yang belum sepekan ditandatanganinya. Diperlukan transparansi dan akuntabilitas dalam sebuah kebijakan publik dengan melakukan komunikasi politik yang baik kepada publik. Dengan demikian, publik dapat memahami persoalan yang dihadapi oleh Presiden dalam menata pemerintahannya.
Tentu saja hasil akhirnya bukan untuk kepentingan politik Presiden semata, tetapi harus diberdayakan semaksimal mungkin untuk kepentingan rakyat. Terlepas dari masalah itu, harapan pada Presiden tentu saja agar keputusan mempertahankan UKP-PPR ini adalah keputusan yang strategis bagi percepatan reformasi di bidang ekonomi, birokrasi, dan hukum. Tiga bidang yang memang memerlukan penanganan serius. Biaya politik yang dikeluarkan untuk pembentukan lembaga ini cukup besar, dan Presiden harus dapat menunjukkan bahwa keputusannya adalah tepat. Taruhannya adalah kepercayaan terhadap kemampuan Presiden dalam mengelola pemerintahan ini.

Wassalam
Rachmad
Independent
pemerhati public & media
rbacakoran at yahoo dot com