Sunday, November 11, 2007

Amien Rais Akui Buku BJ Habibie Sesuai Fakta

Jakarta, 22 september 2006

Amien Rais Akui Buku BJ Habibie Sesuai Fakta

Amien menceritakan malam ketika pidato Habibie ditolak MPR. Beberapa tokoh langsung mengadakan rapat gabungan di rumah Habibie, di Kawasan Kuningan, di Jakarta Selatan .
Amien mengaku dirinya datang menjelang dini hari, ketika rapat sedang berlangsung. Ketika itu, kursi di sebelah Habibie kosong dan dirinya langsung duduk di sebelah Habibie.Menurut mantan Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) ini, rapat itu dihadiri tokoh-tokoh Golkar seperti Ginandjar Kartasasmita, Akbar Tandjung, Marzuki Darusman, dan tokoh-tokoh lainnya. Ada tokoh dari TNI seperti Jenderal Wiranto, Jenderal Widodo dan lain-lain.Mantan Ketua MPR Amien Rais mengungkapkan buku yang ditulis mantan Presiden BJ Habibie,
Detik-detik yang Menentukan, khususnya mengenai detik-detik pergantian kekuasaan sesuai fakta yang ada waktu itu.Amien usai Rapat Pleno Fraksi PAN di Gedung DPR/MPR, Jumat (22/9), mengaku tahu betul peristiwa ketika pidato pertanggungjawaban Habibie ditolak MPR dan kemudian MPR menetapkan Abdurrahman Wahid sebagai presiden keempat saat itu.Saat itu, Habibie mengatakan pada Amien Rais, bahwa mereka sejak jam 11 malam rapat ingin menentukan siapa yang besok siang akan didukung sebagai calon presiden.Sedangkan dari PPP hadir Hamzah Haz serta Nurmahmudi Ismail dari Partai Keadilan (PK) serta ada anggota MPR dari Utusan Daerah dan Utusan Golongan. "Bahkan ketika saya sedang tercenung, Pak Wiranto mendekati saya. Pak Wiranto memegang bahu saya dan berkata Bismillah Pak Amien, TNI mendukung Anda," tambahnya. "Tadi Pak Akbar Tandjung tidak bersedia, Pak Hamzah Haz tidak bersedia, Pak Wiranto juga tidak bersedia. Jadi kita sepakat besok, Anda (Amien) yang maju menghadapi Ibu Megawati," kata Amien menirukan ucapan BJ Habibie saat itu.Amien berkata "waktu itu, saya menangis dalam hati, kok tiba-tiba diberi beban sejarah yang luar biasa sedangkan saya baru 11 hari jadi Ketua MPR. Lantas saya katakan ini suatu kehormatan luar biasa tapi tolong saya tidak bisa dan tidak sanggup menerimannya.""Kalau saya mencuri di tikungan, berbelok jadi presiden bagaimana nanti komentar sejarah kepada saya. Saya takut dijadikan oportunis besar. Saya tidak mau dicatat sejarah sebagai oportunis," katanya.Ditanya mengapa dirinya menolak tawaran sebagai calon presiden itu, Amien mengatakan ada beberapa alasan dirinya menolak. Pertama, karena dirinya disumpah sebagai Ketua MPR untuk lima tahun."Sudahlah yang terjadi. Saya kira ini jadi pelajaran kita ke depan agar kita lebih bagus lagi. Sejarah itu perlu," kata Amien.Kedua, karena Poros Tengah sudah mencalonkan Gus Dur sebagai presiden. Karena itu, Amien mengatakan kepada Habibie dan tokoh lainnya bahwa biasanya dalam sejarah itu orang-orang NU dengan Muhammadiyah dan Masyumi selalu merasa 'dipinteri'. "Jadi kami sepakat bahwa Gus Dur akan diusung sebagai Capres dari Poros Tengah. Kalau saya ambil alih itu maka akan tegang hubungan NU dengan Muhammadiyah," katanya. Menjelang subuh, setelah disepakati Gus Dur sebagai Capres dari Poros Tengah, akhirnya Amien pulang karena besoknya akan memimpin Sidang Umum MPR di Senayan untuk menentukan pemilihan presiden apakah Mega atau Gus Dur."Jadi buku yang ditulis Habibie itu betul. Cuma ngga' ada kamera. Kalau ada, indah sekali," katanya. Bahkan sampai sekarang pun beberapa tokoh yang hadir dalam rapat waktu itu masih mempertanyakan mengapa Amien Rais menolak tawaran untuk menjadi presiden waktu itu. "Teman-teman mengatakan Bung Amien Rais kalau menerima tawaran (Capres) itu, mungkin nggak seperti ini. Tapi itu 'kan cuma mungkin saja. Bisa saja lebih gawat lagi," kata Amien.


Wassalam

Rachmad
Independent
rbacakoran at yahoo dot com