Saturday, November 10, 2007

MPR HARUS SEGERA BERSIDANG

Jakarta 17 Agustus 2006

MPR HARUS SEGERA BERSIDANG

Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membatalkan semua bentuk pengawasan oleh Komisi Yudisial (KY) terhadap hakim agung dan hakim konstitusi telah menafikan prinsip checks and balances yang menjadi ruh bangunan kelembagaan negara kita. MPR harus segera bersidang untuk mensikapi hilangnya ruh yang menjiwai perubahan UUD 1945 itu karena MK dan MA kini menjelma menjadi The Untouchable, lembaga negara yang tak tersentuh pengawasan dari luar.

Alasan MK bahwa perilaku hakim konstitusi tidak termasuk obyek pengawasan KY karena MK harus independen dalam memutus sengketa kewenangan antarlembaga negara (dimana KY mungkin menjadi pihak yang bersengketa) adalah naïf. DPR dan Presiden juga lembaga negara yang mungkin bisa bersengketa kewenangan, apakah itu juga berarti tak perlu ada UU Mahkamah Konstitusi yang mengatur/membatasi MK, semata-mata agar MK harus independen dalam memutus sengketa kewenangan antara DPR dan Presiden? Ini logika macam apa? Kewenangan MK dalam memutus sengketa kewenangan yang melibatkan KY tak harus menghilangkan kewenangan KY dalam mengawasi perilaku hakim konstitusi. Justru disitulah hakikat prinsip saling mengimbangi dan saling mengawasi. Tak ada lembaga negara yang tak tersentuh pengawasan di Republik ini pasca perubahan UUD 1945.

Rekomendasi MK yang meminta DPR dan Presiden agar menyempurnakan sejumlah UU (UU Komisi Yudisial, UU Mahkamah Agung, UU Kekuasaan Kehakiman, UU Mahkamah Konstitusi) selain tidak pada tempatnya, karena MK tidak dalam posisi untuk memberi rekomendasi, juga menjadi sia-sia. Inti soalnya bukanlah pada ketidakjelasan mekanisme pengawasan oleh KY terhadap hakim agung dan hakim konstitusi sebagaimana yang melandasi munculnya rekomendasi tersebut, melainkan pada persoalan mendasar: hakim konstitusi dan hakim agung yang tak mau diawasi perilakunya oleh KY. Revisi berapa kalipun terhadap undang-undang apapun akan menjadi percuma kalau masalah utamanya adalah adanya sifat tiran yang tak mau dikontrol, sebab selama ada aturan yang mengawasi hakim konstitusi (dan mungkin juga hakim agung) pasti akan dibatalkan oleh MK. Tuntutan sejumlah LSM agar Presiden segera mengeluarkan Perppu juga tak ada artinya karena Perppu tersebut akan menjadi UU bila disetujui DPR, sehingga akan bernasib
sama dengan UU Komisi Yudisial.

Alih-alih sebagai penjaga dan pengawal konstitusi, MK justru bisa terjebak dalam upaya persemaian yang kian menyuburkan praktek-praktek mafia peradilan di negri ini. Kini KY telah terpasung, para mafia peradilan kian terusung, kegelapan dunia peradilan kan terus berlangsung. Satu-satunya harapan untuk mencegah hal itu hanyalah pada MPR. Pimpinan MPR dan fraksi-fraksi-fraksi MPR harus segera bersidang guna mencermati kembali ketentuan yang menyangkut MK dalam UUD 1945.




Wassalam

Rachmad
Independent
pemerhati public & media
rbacakoran at yahoo dot com