Saturday, November 10, 2007

Pilkada : Sistim Yang Efisien Dan Hemat Pembiayaan

Jakarta, 6 september 2006
Pilkada : Sistim Yang Efisien Dan Hemat Pembiayaan


Penyelengaraan Pilkada
Pilkada secara langsung oleh rakyat telah dilaksanakan di berbagi daerah, lebih dari separuh kepala daerah dan wakil kepala daerah yang sekarang memimpin pemerintahan daerah adalah hasil pemilihan langsung oleh rakyat yang diselenggarakan sejak bulan juni 2005 sampai dengan juli 2006.
Secara umum dapat dikatakan bahwa proses penyelenggaraan pilkada yang telah teragendakan dalam bulan juni 2005 sampai dengan bulan juli 2006 telah berjalan secara demokratis, lancar, tertib, dan aman. Hal ini mengingat bahwa penyelenggaraan pilkada dengan waktu persiapan yang sangat terbatas dalam kenyataan tetap dapat terlaksana walaupun disana-sini masih terdapat permasalahan-permasalahan yang untuk masa mendatang perlu ada pembenahan dan penyempurnaan baik dalam konteks regulasi maupun sosialisasi, termasuk dalam konteks peningkatan pendidikan politik rakyat.
Permasalahan yang terjadi dilapangan:
1.Pelaksaan Pilkada
Pelaksanaan pemilihan kepala daerah secara langsung,hingga akhir juli 2006 ini, telah dilaksanakan 248 pelilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah (Gubernur, Bupati dan walikota), dengan rincian pelaksanaan pilkada sebagai berikut:
a. Pemilihan gubernur dan wakil gubernur sebanyak 10 daerah, yaitu: Jambi, sumatera Barat, bengkulu, Kep.Riau, Kalimantan Tengah, kalimantan Selatan, sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Papua dan Irian Jaya Barat.
b. Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati sebanyak 200 daerah.
c.Pemilihan Walikota dan wakil Walikota sebanyak 38 daerah.
d.Pengesahan pengangkatan dan pelantikan, yaitu:
1.usul pengesahan pengangkatan sebanyak 248 daerah;
2.Telah diterbitkan keppes dan kepmendagri tentang pengesahan Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati dan Walikota/Wakil walikota sebanyak 248 keputusan;
3.Telah dilantik 248 kepala daerah dan wakil kepala daerah.
II.Tingkat partisipasi pemilih pada penyelenggaraan pilkada sampai dengan bulan juli 2006 sbb:
a. pemilihan gubernur/wakil Gubernur, partisipasi pemilih terendah adalah provinsi sumatera barat dengan tingkat partisipasi 55,81%, sedangkan yang tertinggi adalah provinsi papua dengan tingkat partisipasi 80,50%.
b.Pemilihan bupati/wakil bupati, partisipasi pemilih terendah adalah kabupaten Supiori dengan tingkat partisipasi 47.00%, sedangkan yang tertinggi adalah kabupaten Pengunungan Bintang dengan tingkat partisipasi 98,14%.
c.Pemilihan walikota/wakil walikota, partisipasi pemilih terendah adalah kota batam dengan tingkat partisipasi 45,19%, sedangkan yang tertinggi adalah kota dumai dengan tingkat partisipasi 98,05%.
III.Gugatan terhadap hasil perhitungan suara.
a. telah terjadi gugatan atas hasil perhitungan suara oleh KPUD sebanyak 138 daerah, terdiri 5 pilgub/wagub, 113 pilbup/wabup,dan 20 walikota/wakil walikota.
b.Terhadap 138 gugatan tersebut, pada umumnya ditolak/tidak diterima oleh pengadilan tinggi atau mahkamah agung.
c.Terdapat 4 pengajuan peninjauan kembali atas putusan pengadilan tinggi,yaitu untuk pemilihan KDH dan WKDH kota Depok, kab. Mappi, Kab. Raja Ampat dan kota Bitung.
Saat ini untuk Kota Depok, kab. Raja Ampat dan kota Bitung calon kepala Daerah dan wakil kepala daerah telah dilantik,sedangkan kab. Mappi masih menunggu usulan pengesahan dari KPUD kepada Mendagri melalui Gubernur Papua.
IV.Permasalahan pilkada dapat timbul pada semua tahapan dalam pelaksanaannya baik pada tahap persiapan maupun tahap pelaksanaan pilkada seperti :
a.Tidak akuratnya penetapan data pemilih
b.persyaratan (ijazah palsu/tidak punya ijazah)
c.Permasalahan internal parpol dalam hal pengusulan pasangan calon
d.KPUD yang tidak tranparan, tidak independen dan memberlakukan pasangan calon tidak adil dan setara
e.Adanya dugaan money politik
f.Pelanggaran kampanye
g.perhitungan suara yang dianggap tidak akurat
Permasalahan dalam penetapan data pemilih tersebut diatas disebabkan koornasi antara Dinas Kependudukan dan PPS (KPUD) untuk mensinkronkan DP4 dengan daftar pemilih pada waktu Pilpres putaran kedua kurang optimal, dan dalam penetapan dan sosialisasi DPS dan DPT waktunya sempit dan kurang melibatkan RT/RW serta kurangnya partisipasi masyarakat. Oleh karena itu untuk mencegah terjadinya permasalahan dalam penetapan data pemilih, diperlukan adanya perbaikan sistem pendataan kependudukan dan memperpanjang waktu penetapan pemilih.
Permasalahan persyaratan calon seperti dugaan ijazah palsu pasangan calon disebabkan karena tidak terbukanya dan kurang telitinya KPUD dalam memverifikasi berkas administrasi calon, walaupun dalam perundang-undangan apabila ada indikasi pemalsuan, dan dilaporkan oleh masyarakat, KPUD harus segera melakukan klarifikasi dan pengecekan kepada instansi yang berwenang karena yang berwenang memutuskan sah atau tidak sahnya ijazah tersebut adalah sekolah dan Dinas/kantor departemen Pendidikan Nasional.
Permasalahan Internal parpol dalam hal pengusulan pasangan calon disebabkan karena adanya pencalonan ganda akibat konflik internal partai politik, yaitu adanya dualisme kepengurusan dalam suatu partai dan pencalonan yang diterima oleh KPUD ternyata bukan yang diajukan oleh pengurus yang dinyatakan sah oleh pengurus tingkat pusat. Oleh karena itu apabila muncul permasalahan seperti itu, KPUD harus melakukan konfirmasi kepada Menteri hukum dan Ham untuk mengetahui keberadaan keabsahan parpol yang mengajukan pasangan calon tersebut dan hasil konfirmasi tersebut segera menyampaikan kepada partai yang mencalonkan.
Permasalahan ketidaknetralan penyelenggara dalam memberlakukan pasangan calon, disebabkan oleh faktor jangkauan wilayah pilkada hanya se provinsi atau kabupaten dan kota. sehingga faktor kedekatan dan kekerabatan antara penyelengara pilkada dengan pasangan calon mempengaruhi tingkat kenetralan penyelenggara.Selain daripada itu yang sangat dominan kekuasaasn penyelengara yang begitu kuat tampa dapat dikoreksi oleh instansi manapun maupun pengadilan. Oleh karena itu perlu pengaturan penyelesaian sengketa pilkada melalui peradilan yang prosesnya dapat dilakukan secara cepat dan keputusan pengadilan tersebut dapat membatalkan keputusan pengadilan tersebut dapat membatalkan keputusan penyelenggara yang tidak benar atau bertentangan dengan perundang-undangan.
Mengenai money politik dalam penyelenggaraan Pilkada perlu penegasan pengertian dan definisi money politik, karena dalam UU No.32/2004, perbuatan yang dilakukan oleh pasangan calon atau Tim kampanye menjanjikan atau memberikan uang untuk mempengaruhi pemilih tidak jelas diatur seberapa besar pemilih yang dipengaruhinya sehingga pasangan calon tersebut dinyatakan terpilih.
Pelanggaran kampanye pada umumnya tuduhan curi start kampanye perlu ada penegasan apakah Baleho-baleho yang menampilkan calon sebelum pelaksanaan masa kampanye dapat disebut curi start kampanye?, sedangkan dalam gambar tersebut tidak ada mengajak orang untuk memilih calon tersebut dan tidak ada visi, misi dan program pasangan calon. Untuk menghindari penafsiran definisi kampanye yang berbeda-beda, KPUD perlu mengatur lebih lanjut tahapan dan tatacara kampanye serta bentuk kampanye yang disesuaikan dengan kondisi daerah, untuk menghindari permasalahan dan banyaknya biaya dikeluarkan pasangan calon.
Permaslahan perhitungan suara yang dianggap tidak akurat disebabkan kutrang mengertinta masyarakat terhadap proses penyelesaian oleh pengadilan terhadap hasil penghitungan suara. Didalam peraturan Mahkamah Agung bahwa yang dapat membatalkan hasil penghitungan suara apabila ada kesalahan dalam penghitungan suara yang dilakukan di TPS,PPS,PPK, dan KPUD Kab/kota dalam pemilihan Gubernur yang didasarkan pada bukti-bukti Berita Acara Penghitungan Suara pada tingkat pelaksana.
Sedangkan adanya dugaan penggelembungan suara tidak dapat dijadikan bukti/dasar untuk merubah hasil penghitungan suara hanya berdasarkan asumsi/dugaan kecurangan yang dilakukan oleh penyelenggara atau pasangan calon sebelum dibuktikan berdasarkanPutusan Pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap. Oleh karena itu perlu pengaturan penyelesaian pelanggaran penggelembungan suara melaui peradilan yang prosesnya dapat dilakukan secara cepat.
Selanjutnya adanya protes/ketidakpuasan dari sebagian komponen mastarakat terhadap kepala Daerah/Wakil Kepala daerah hasil pemilihan secara lagsung bukan karena perolehan suaranya tidak melebihi 50%, tetapi karena hasil pilkada tersebut masih diikuti oleh permasalahan-permasalahan dalam penyelenggaran pilkada seperti dugaan ijazah palsu, money politik dan kecurangan-kecurangan dalam perhitungan suara yang belum mendapatkan putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap. Oleh karena itu penyelesaian peradilan secara cepat terhadap pelanggaran sebagaimana tersebut sangat dibutuhkan.
PILKADA BUKAN MERUPAKAN BAGIAN DARI PEMILU
Pasal 18 ayat (4) UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945 menyebutkan Bahwa"Gubernur,Bupati dan walikota masing-masing sebagai kepala pemerintahan provinsi,kabupaten dan kota dipilih secara demokratis".
Pasal 18 ayat (4) tersebut lahir berbarengan dengan pasal 18A dan pasal 18B yaitu pada perubahan kedua UUD 1945, pada saat sidang umum tahunan MPR-RI tahun 2000, dan dimasukan dalam Bab tentang Pemerintahan daerah.
Dalam sidang tahunan MPR RI tahun 2001, pasal 22E lahir melalui perubahan ketiga, tetapi tidak memasukan ketentuan pasal 18 ayat (4) melainkan hanya ketentuan pasal 18 ayat (3) yang mengatur mengenai DPRD. Hal ini dapat diartikan bahwa konstitusi tidak hendak memasukan pemilihan kepala daerah dalam pengertian pemilihan umum sebagaimana dimaksud dalam pasal 22E ayat (1) yang menyebutkan pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali.
Atau dapat dikatakan bahwa MPR RI sebagai lembaga Negara yang mempunyai kewenangan mengamandemen konstitusi tidak menganggap ketentuan pasal 18 ayat(4) tidak bertentangan dengan pasal 22E, sehingga pada perubahan ketiga ayat tersebut tidak dipindahkan/dimasukan dalam pasal 22E. Adapun pengertian frasa "dipilih secara demokratis" tidak harus dipilih secara langsung oleh rakyat, tetapi dipilih secara tidak langsung pun (melalui DPRD) dapat diartikan demokratis, sepanjang prosesnya demokratis.
Harus diingat, bahwa negara Republik Indonesia mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa, sebagaimana ditegaskan dalam pasal 18B ayat (1) UUD 1945. Dengan demikian, pemerintah berpendapat bahwa tidak dimasukkannya pasal 18 ayat (4) pada bab pemilihan Umum dalam UUD 1945, adalah keputusan politik yang cukup bijaksana dalam memelihara keberagaman daerah, stabilitas politik dan menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
sebagaimana dijelaskan diatas, bahwa sesuai dengan sejarah pembentukan pasal 18 ayat (4) dan pasal 22E UUD 1945 sangat berbeda filosofinya serta maksud dan tujuannya, sehingga ketentuan pasal 18 ayat (4) yang mengatur pemilihan kepala daerah dipilih secara demokratis tidak dimasukkan dalam pasal 22E (Bab VIIB Pemilihan Umum). Dengan demikian pemilihan kepala daerah bukan termasuk dalam rezim pemilihan umum anggota DPR, DPD, Presiden dan wakil presiden, dan DPRD, karena Gubernur, Bupati dan Walikota dipilih secara demokratis sebagaimana dimaksud dalam pasal 18 ayat (4) UUD 1945 dapat dilakukan melalui dua cara, yakni melalui UU No. 22/2003 tentang susunan dan kedudukan MPR,DPR, DPD dan DPRD, dalam pasal 62 dan pasal 78 yang mengatur tentang tugas dan wewenang DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota tidak memberi wewenang kepada DPRD dalam melaksanakan pemilihan kepala Daerah, ini berarti pemilihan secara demokratis bagi Gubernur, Bupati dan walikota sebagaimana dimaksud dalam pasal 18 ayat (4) UUD 1945 adalah pemilihan kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah secara langsung.
Upaya mewujudkan Pilkada Yang Efisien dan Hemat Pembiayaan
Pelaksasanaan pemilihan kepada Daerah dan Wakil Kepala daerah bukan merupakan tujuan tetapi sarana untuk menuju Good Governance. Dengan adanya pemilihan Kepala Daerah dan wakil Kepala Daerah diharapkan bisa memberikan perubahan dalam pengelolaan pemerintahan daerah yaitu dalam penetapan kebijakan, sasaran utama adalah pelayanan publik dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat serta pembelajaran politik kepada seluruh komponen masyarakat.
selain itu pelaksaan pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala daerah harus melibatkan komponen masyarakat dan penyelenggara Pemilihan (KPUD) dan Panwas yang harus menjadi pihak yang berdiri diatas seluruh elemen masyarakat dan pasangan calon secara independen serta memberlakukan setara dan adil kepada semua pasangan calon.
Ke depan menjadi tugas kita semua untuk meningkatkan kualitas Pilkada antara lain dengan belajar dari pengalaman daerah-daerah yang telah melaksanakan Pilkada, baik dari daerah yang mengalami permasalahan dalam penyelenggaraan Pilkada.
Agar Pilkada dapat menjadi agenda pelembagaan proses politik yang demokratis, diperlukan kesungguhan, untuk tidak terjebak dalam permainan politik yang oportunistik, khususnya dalam memperjuangakan agenda subyektif masing-masing. Orientasi sempit dan egoisme politik harus dibuang jauh-jauh.
Pembangunan kehidupan berdemokrasi, berpolitik, berbangsa dan bernegara tidaklah semudah membalik telapak tangan, tetapi perlu waktu dan proses serta dilakukan secara sistemik, konseptual dan konstitusional.
Untuk itu menjadi tanggung jawab kita bersama, termasuk partai politik untuk terus selalu membangun kedewasaan dalam berdomokrasi dan berpolitik yang bertanggungjawab serta sesuai kaidah-kaidah hukum yang berlaku.
Persoalan-persoalan hukum harus diselesaikan dengan koridor hukum, dan semua pihak harus menghargai dan menghormati putusan hukum, sehingga supremasi hukum benar-benar dapat ditegakkan.Hak-hak sebagai warga negara baik dalam kehidupan demokrasi politik berbangsa dan bernegara harus kita junjung tinggi dengan tetap mengedepankan supremasi hukum.
Begitu suatu masyarakat atau bangsa sepakat memilih sistem demokrasi, saat itu harus menyadari bahwa mewujudkan tatanan politik yang demokratis itu selain rumit, diperlukan kesabaran melakukan pendidikan politik bagi rakyat. sebab, partai politik bukan saja instumen untuk melakukan perburuan kekuasaan, tetapi juga institusi yang mempunyai tugas melakukan pendidikan dan sosialisasi politik kepada masyarakat.
Untuk mewujudkan Pilkada yang efisien dan hemat pembiayaan, pemerintah sudah mengagendakan rerevisi UU No.32/2004 tentang Pemerintahan Daerah untuk mengakomodir ketentuan-ketentuan yang belum diatur dan dapat menghambat pelaksanaan Pilkada.
Ke depan beberapa hal yang dapat dilakukan agar terwujud efisiens dalam penyelenggaraan Pilkada antara lain:
a. Mengatur pelaksaaan pengawasan dan penegakan hukum dengan proses peradilan secara cepat untuk penyelesaian sengketa pada tahapan-tahapan Pilkada. sebagaimana diketahui ketidakpuasan masyarakat terhadap proses tahapan Pilkada yang menimbulkan protes dan unjuk rasa akan menimbulkan pembiayaan yang tinggi bagi daerah dari segi pengamanan, oleh karena itu penegakan hukum perlu dilakukan secara tegas kepada penyelenggaraan Pilkada dan maasyarakat yang melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan.
b. Penyederhanaan format penyelengaraan kampanye, sehingga kampanye tidak melibatkan banyak masyarakat tetapi cukup dilakukan melalui media massa, media cetak dan media elektronik.
c.Perlunya pembatasan pembiayaan kampanye dan dana kampanyediaudit oleh lembaga audit independen, dan perlu pembatasan dan penegasan Stuktur Tim kampanye.
d.Pemanfaatan sarana dan prasarana pada saaat pemilu DPR, DPD, DPRD dan Presiden dan Wakil Presiden, seperti bilik dan kotak suara.
e.Perlunya peningkatan pendidikan politik kepada masyarakat untuk mencegah terjadinya politik uang dalam proses pilkada.
f.Membangun basic data kependudukan melalui Single Indentity Number yang dapat diakses untuk Kartu Pemilih dalam Pilkada, sehingga dapat menghemat pengadaan kartu pemilih dalam pilkada.


Wassalam
Rachmad
Independent
pemerhati public & media
rbacakoran at yahoo dot com