Saturday, November 10, 2007

Indonesia Gagal Sintesiskan Sejarah

Jakarta 21 September 2007

Indonesia Gagal Sintesiskan Sejarah

Habibie Luncurkan buku
Sejarawan dari Universitas Andalas Padang Mestika Zed,mengutarakan, Indonesia gagal menyintesiskan sejarah.
Sejarah Indonesia yang banyak diwarnai dengan konflik yang menempatkan Indonesia seolah-olah selalu di persimpangan jalan di nilai oleh Mestika seolah berdiri sendiri-sendiri.
Setiap era perubahan selalu ada di persimpangan jalan dan rentan terhadap perpisahan." kata Mestika Zed di depan sekitar 1000 tamu dan undangan peluncuran buku Bacharuddin Jusuf Habibie, Detik-Detik yang Menentukan, Kamis (21/9) di hotel Gran Melia, Jakarta. Buku yang ditulis Habibie itu bercerita tentang perjalanannya selama menjadi presiden dan beberapa fakta menjelang pengangkatanya menjadi presiden.
Antitesis
Menurut Mestika, Indonesia di masa soekarno adalah antitesis masa kolonial dengan ciri pembangunan cita-cita nasionalisme dan persatuan. Berikutnya, era pemerintahan Presiden Soeharto adalah antitesis dari pemerintahan sebelumnya. Orde baru adalah berbeda dengan orde lama.
"juga pada pemerintahan-pemerintahan berikutnya, masing-masing tampak sebagai antitesis dari pemerintahan sebelumnya. Tidak ada kelanjutan dari proses yang sebelumnya," tutur Mestika.
Masing-masing seolah berdiri sendiri. Pendekatan yang dilakukan cenderung elitis, akibatnya rakyat dilupakan. Habibie dalam konteks itu dinilai menjadi satu bagian di dalamnya. Padahal, disisi lain, Indonesia tengah mengembangkan apa yang disebut pembangunan berkelanjutan.
Mestika Zed mengemukakan hal itu ketika berbicara dalam peluncuran buku itu. Hadir dalam acara itu antara lain mantan panglima Abri Jenderal(purn) Wiranto, mantan Ketua DPR Akbar Tandjung, tokoh hukum nasional Adnan Buyung Nasution, Menteri perhubungan hatta rajasa, Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie, serta Gubernur Lembaga Ketahan nasional Muladi.
Ikut bicara
Selain Mestika Zed, turut menyumbangan pemikiran sebagai pembicara dalam peluncuran itu adalah mantan Duta besar Jerman untuk Indonesia Heinrich Seemann yang mengemukakan bahwa entitas sejarah adalah tindakan manusia.
kemudian, tokoh pers nasional Rosihan Anwar, Ketua MPR Hidayat Nur Wahid, serta pemerhati Indonesia dari Universitas Nasional Singapura, Bilver Singh.
Menanggapi buku itu, Rosihan Anwar dengan jenaka memberikan ilustrasi-ilustrasi terhadap tokoh-tokoh yang ada dalam buku itu. Rosihan, misalnya, menggambarkan Sintong Pandjaitan seperti tokoh dalam film Die hard I. "Orang susah ditaklukkan,"tuturnya.


Wassalam

Rachmad
Independent
rbacakoran at yahoo dot com