Saturday, November 10, 2007

Aceh Jadi Model Otonomi di Indonesia

Jakarta 30 Agustus 2006
Aceh Jadi Model Otonomi di Indonesia

Pelaksanaan Undang-undang Pemerintahan Aceh (UUPA) di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) akan menjadi model untuk membangun otonomi seluas-luasnya di Indonesia, kata Sekjen Departemen Dalam Negeri (Depdagri) Drs Progo Nurjaman.

"Aceh sekarang menjadi daerah model yang nantinya bisa ditiru oleh daerah-daerah lain di Indonesia untuk melaksanakan otonomi seluas-luasnya," katanya ketika membuka acara sosialisasi UU No.11/2006 tentang Pemerintahan Aceh, di Banda Aceh, Selasa.
Pada acara yang dihadiri Penjabat Gubernur NAD, Muspida dan seluruh kepala dinas dan badan itu, Progo menyatakan, Aceh sudah tidak relevan lagi dengan julukan daerah "modal", karena kekayaan hasil bumi dikeruk ke pusat.

Aceh sekarang dijuluki sebagai daerah model yang akan menjadi contoh bagi daerah lain untuk menangani dan menguasai hasil bumi di masing-masing provinsi.
Oleh karena itu, ia mengharapkan dengan adanya UUPA, Aceh bisa berubah dan hasil kekayaan yang ada di daerah ini bisa dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan masyarakat.
Karena itu, perlu sosialisasi UUPA kepada aparat pemerintah, karena dalam forum tersebut akan dibicarakan secara detail tentang masalah kewenangan, keuangan, tanah, Mahkamah Syr'iyah, dan Pembentukan partai lokal, serta Pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada).

Sosialisasi tersebut menghadirkan para nara sumber yang langsung menangani UUPA, diantaranya Ketua Pansus RUUPA DPR RI, Ferry Mursidan Baldan, dan staf dari Depdagri dan Menko Polhukam.
Sementara itu, Gubernur menyatakan, sosialisasi UUPA baru taraf pemahaman dan pemantapan di tingkat provinsi yang diselenggarakan oleh Depdagri dan Pansus.
"Kita harapkan sosialisasi hari ini merupakan pemantapan terakhir. Sesudah itu dari multi instansi akan bergerak ke kabupten/kota. Jadi, persiapan Pilkada dan sosialisasi UUPA akan dilaksanakan secara serentak," ujarnya.

Menyinggung Qanun (peraturan daerah), Mustafa menyatakan, hingga saat ini baru satu Qanun yang terealisasi, karena kebutuhan yang mendesak untuk Pilkada, yakni Qanun No.7/2006 tentang perubahan Qanun ke-2 tentang Pemilihan gubernur/wakil gubernur dan bupati/wakil bupati.
Selanjutnya, pelaksanaan sosialisasi UUPA yang dilaksanakan oleh Badan Rekonstruksi dan Rehabilitasi (BRR) Aceh-Nias tersebut terkesan asal-asalan, karena menggunakan ruangan sempit, sementara pesertanya cukup banyak.

Sekjen Progo ketika membuka acara tersebut sempat menyindir, apa tidak ada ruangan yang lebih kecil lagi."Ketika masuk ke ruangan ini, saya langsung berpikir apa tidak ada ruangan yang lebih kecil lagi," katanya, yang disambut tawa para peserta sosialisasi.

"Mudah-mudahan dengan kondisi seperti ini, para peserta sosialisasi akan lebih akrab, karena duduknya rapat-rapat," tambahnya. Gubernur juga menyayangkan sikap panitia, karena yang hadir pada pertemuan tersebut adalah petinggi-petinggi negara. Kepala Biro Hukum dan Humas Setwildaprov NAD, menyatakan, pihak Pemda sudah menawarkan kepada BRR untuk memanfaatkan ruangan serbaguna di Kantor Gubernur atau di gedung pertemuan Anjong Mon Mata, namun mereka menolak. Panitia menolak, karena menyangkut dengan pertanggungjawaban keuangan. Jadi, semuanya sudah dianggarkan, katanya.


Wassalam
Rachmad
Independent
pemerhati public & media
rbacakoran at yahoo dot com