Saturday, November 10, 2007

Masa Depan ada di Daerah

Jakarta, 25 Agustus 2006
Masa Depan ada di Daerah

Setelah menuai kritik pedas dalam materi pidato kenegaraan di depan anggota DPR,pidato kenegaraan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di depan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) tampak lebih matang. Memang tidak banyak data yang dikeluarkan, melainkan lebih banyak menyorot pelaksanaan otonomi daerah.
Sudah sejak tujuh tahun lalu, daerah memiliki otonomi yang sangat luas dengan dikeluarkannya UU No 22 tentang Otonomi pada 1999. UU itu sendiri sempat mengalami perbaikan pada 2002 silam sehingga tampak lebih adil dibanding sebelumnya yang dibikin secara tergesa-gesa.
Sayangnya ketika otonomi diberlakukan, selain banyak sisi positifnya bagi pengembangan daerah, juga memiliki ekses negatif. Contoh paling nyata adalah penyebaran arena korupsi yang sebelumnya lebih banyak di pusat, kemudian terdistribusi ke daerah.
Para eksekutif dan wakil rakyat daerah berebut menjarah harta rakyat.
Selain itu, karena ingin mengeruk pendapatan asli daerah (PAD) yang sebesar-besarnya, mereka juga menerbitkan peraturan daerah (Perda) berupa pungutan dan restribusi yang memberatkan rakyat. Memang, PAD mereka meningkat, tetapi kehidupan rakyat menjadi kian berat karena banyaknya beban tambahan.
Mereka juga menggunakan aji mumpung dengan 'memalak' perusahaan yang berada di wilayah mereka. Para pengusaha diberi beban tambahan berupa pungutan yang tidak jelas peruntukannya. Sehingga, terpaksa pemerintah pusat membatalkan perda-perda yang tidak masuk akal tersebut, karena berpengaruh pada memburuknya iklim investasi.
Hal seperti itu tepat sekali disorot Presiden dalam pidato kenegaraan tersebut. Apalagi Presiden juga mengingatkan agar segala sesuatu yang memiliki aspek hukum, termasuk perda-perda pungutan, sebaiknya dikoordinasikan dengan Departemen Hukum dan HAM agar tidak terjadi tumpang tindih.
Masalah lain yang tak luput dari perhatian Presiden adalah berlomba-lombanya daerah memekarkan diri, baik itu provinsi maupun kabupaten. Ada kecenderungan bahwa daerah-daerah yang merasa memiliki kemampuan, mencoba memisahkan diri. Padahal sejatinya, kemampuan finansial daerah itu tidak mendukung.
Tidak ada salahnya pemekaran daerah. Tetapi, harus disadari pula bahwa setiap pemekaran daerah akan memiliki konsekuensi pada keuangan negara. Beban negara akan makin bertambah jika terjadi pemekaran daerah. Sejak otonomi diberlakukan, sudah ada tujuh provinsi, 114 kabupaten, dan 27 kota sebagai daerah pemekaran.
Kita sadar bahwa dengan wilayah Indonesia yang sangat luas dan terdiri atas berbagai macam suku ini harus dikelola dengan memprioritaskan kearifan lokal. Untuk itulah otonomi daerah sangat tepat dilaksanakan. Hanya saja, setiap daerah perlu memiliki pemimpin yang berkualitas, yang memiliki kompetensi tinggi dan profesional.
Kenapa? Karena daerah pada gilirannya nanti akan menjadi ujung tombak pembangunan nasional. Setiap daerah akan menjadi lokomotif-lokomotif kecil, yang kemudian tergabung menjadi satu kesatuan lokomotif yang akan membawa gerbong bangsa ini ke arah yang lebih baik, adil, dan makmur. Pencapaian tujuan pembangunan nasional sekarang bukan lagi berada di pundak pemerintah pusat semata, tetapi juga berada di provinsi, kabupaten, dan kota. Seperti diakui Presiden, tujuan utama pembangunan nasional tidak akan tercapai bila tanpa ada dukungan dari tiap-tiap daerah.
Sebagai wilayah yang otonom, daerah memiliki ruang gerak yang bebas untuk memakmurkan wilayah masing-masing. Jika daerah maju, maka Indonesia akan maju. Jika daerah terpuruk, maka Indonesia pun akan ikut terpuruk. Dalam era otonomi ini, daerah akan menjadi masa depan bangsa ini.

Wassalam
Rachmad
Independent
pemerhati public & media
rbacakoran at yahoo dot com