Thursday, January 17, 2008

ULANG TAHUN TPI KE 17 DENGAN HAJATAN ASYIK

JAKARTA 17 JANUARI 2008

ULANG TAHUN TPI KE 17 DENGAN HAJATAN ASYIK

Tidak terasa sudah 17 tahun usia TPI menemani pemirsa diseluruh pelosok negeri ini. Selama mengudara, tentu bukanlah masa yang singkat untuk memberi kontribusi bagi perkembangan dunia pertelivisian di Indonesia. Sebuah tayangan hiburan bertabur bintang akan disajikan sebagai puncak acara ulang tahun TPI ke 17. Tepat di hari jadinya; Rabu 23 januari 2008 pukul 19.00-23.30 WIB sebuah pagelaran meriah bertajuk "HAJATAN ASYIK" akan digelar secara langsung dari Istora Senayan, Jakarta.
Usia 17 tahun merupakan titik awal menuju kedewasaan dan kematangan serta memegang teguh komitmen dalam mengusung misi menyajikan tayangan bercita rasa Indonesia yang inspiratif untuk memajukan bangsa.
"kami berharap, TPI dapat menjadi sebuah organisasi di mana kreativitas dapat tumbuh subur. Kreativitas ini bisa berasal dari mana saja, baik internal, eksternal, termasuk dari masyarakat," kata Artine S.Utomo, selaku Chief Executive Officer TPI, di sela-sela acara Press Conference HUT TPI ke 17 di Jakarta, 17 Januari 2008. Karena HUT ke 17 jadi dipilih tanggal 17 biar semarak dan sukses hajatan ini nantinya.
TPI juga akan mempertahankan tayangan-tayangan reality show dan talent scouting yang selama ini menjadi keungulan TPI.
TPI juga menusahakan bagaimana pemirsa mendapat tontonan yang menyentuh hati seperti program KDI, DAI, API, Dangdut Mania, yang bisa diikuti dan dimenangkan oleh berbagai peserta dari seluruh penjuru Indonesia, mulai Aceh hingga Irian.
Program special seperti "Grebek 17 Pasar" mulai tanggal 15-17 januari di jabodetabek, di mana memberi kejutan bagi para pedagang dan pembeli di pasar-pasar tradisional, juga "Lenong Ga Lagi Bocah" ajang reuni jebolan Lenong Bocah yang pemain sukses menjadi "Orang" seperti Okky Lukman, Ruben Onsu, Indra Bekti dll. Juga acara "KDI Ngumpul Bareng" Ajang Reuni Angkatan pertama hingga ke 4,"Kuis bingkisan 17", "Tawa Asyik".
Puncak acara di Istora senayan "Hajatan Asyik 17" yang di gelar secara live didukung artis antara lain: Inul Daratista, Dewi persik, Annisa Bahar, Uut Permatasari dll. Juga ada band papan atas seperti slank, Peterpan, Radja, Letto dan Drive juga akan membawakan tembang hits mereka yang kerap berada di posisi atas tangga lagu tanah air, Juga Purwacaraka Big band, batavia dance dan Alpha Plus, hadir juga ustad gaul Jefri Al Buchori memberi doa tausiyah dan akan berkolaborasi dengan group musik slank.
TPI juga akan memberikan 17 hadiah bagi para pemirsa setianya.
Dalam menyambut hut ke 17 ini juga diadakan acara donor darah, penanaman 170 pohon di stasiun TPI dan Transmisinya, gerak jalan, acara CSR, kegiatan bantuan sosial dan pengobatan massa di Bojonegoro kunjungan 17 panti asuran di jabodetabek serta pengumunan lomba penulisan tentang TPI oleh para wartawan masing-masing berhadiah 5 juta rupiah, untuk jurnalis hadiah utama berupa Televisi dan handycam.

Kedepan TPI akan memperbaiki diri dengan memberitahukan para artis untuk berpakaian sopan setiap manggung, tampilan lebih asyik,tampilan lebih bagus serta tampilan gambar yang menarik, mohon doa restu, dukungan yang besar untuk lebih sempurna lagi di masa yang akan datang.

Wassalam

Rachmad
independent
rbacakoran at yahoo dot com

www.rachmadindependent.blogspot.com

Wednesday, January 16, 2008

KRISIS TEMPE AKIBAT KEBIJAKAN YANG SALAH

JAKARTA 17 JANUARI 2008

Krisis Tempe Akibat Kebijakan yang Salah

Kenaikan harga kedelai kini menjadi berita hangat di media massa. Maklum, harga kedelai melonjak hingga 100 persen. Akibatnya, ribuan pengusaha tahu dan tempe di sekitar Jabodetabek berunjuk rasa di depan Istana Presiden, Jakarta, Senin (14/1) lalu.
Demonstran menyatakan kenaikan harga kedelai menyusahkan pengusaha yang rata-rata bermodal kecil. Mereka menuntut agar pemerintah segera menstabilkan harga. Apabila masalah ini tak diatasi, pengusaha terpaksa akan menghentikan produksinya.
Harga tempe semula Rp 2.000 menjadi Rp 8.000 per kilogram. Keadaan ini diperparah lagi dengan kenaikan biaya produksi. Dampak kenaikan harga kedelai sangat memukul usaha kecil dan konsumen.
Pemerintah memang sudah memutuskan kebijakan penghapusan bea masuk kedelai dari 10 persen menjadi nol persen sampai batas waktu yang tidak ditentukan. Namun, kebijakan ini bisa menekan harga kedelai hingga batas normal atau sekadar menguntungkan importir kedelai?
Bangsa yang dulu dikenal dengan negara agraris dan negara 'tempe' kini tersandung masalah kelangkaan tempe. Makanan tradisional ini dikenal sejak berabad-abad lalu, terutama dalam tatanan budaya makan masyarakat Jawa, khususnya di Yogyakarta dan Surakarta.
Dalam Bab 3 dan Bab 12 manuskrip Serat Centhini dengan seting Jawa abad ke-16 ditemukan kata tempe. Misalnya, dengan penyebutan nama hidangan jae santen tempe (sejenis masakan tempe dengan santan) dan kadhele tempe srundengan.
Krisis ini mencengangkan karena sejak zaman penjajahan tidak pernah menjadi masalah. Namun, setelah lebih 62 tahun merdeka justru menjadi persoalan negara. Makanan ini alternatif yang canggih dan murah untuk menghindari kolesterol jahat.
Faktanya, bangsa ini menggantungkan pasokan bahan baku kedelainya dari luar negeri. Dari total kebutuhan dua juta ton per tahun, produksi dalam negeri hanya bisa menyuplai 650 ribu ton.
Lalu, bagaimana dengan kebijakan pemerintah mengenai ketahanan pangan nasional, terutama kedelai ini? Pemerintah memang tidak pernah bersikap profesional mengelola seluruh aspek kepentingan negara dan kebutuhan primer dan sekunder masyarakat.
Masalah beruntun dari kenaikan dan kelangkaan beras, minyak, pupuk, tepung, dan kini tempe. Apa jadinya jika tempe menjadi barang mewah yang berharga mahal dan langka?
Penulis memiliki catatan khusus mengenai variabel-variabel penentu penyebabnya. Pertama, lemahnya peran pemerintah dan Bulog. Dalam program kerja Kabinet Indonesia Bersatu (2004-009) ditetapkan bahwa isu ketahanan pangan sebagai salah satu isu kebijaksanaan operasional pembangunan pertanian.
Prioritas ini mengingat pangan merupakan kebutuhan paling mendasar bagi pengembangan sumber daya manusia. Secara teori dan program kerja yang dicanangkan pemerintah, kita bisa memberi nilai 90 atau baik. Namun, dalam tahapan praktik realisasinya sungguh di luar harapan. Bahkan, bisa dinilai buruk sekali.
Kebijakan yang bersifat bottom-up dibuat setelah muncul kasus-kasus besar. Faktor efektivitas dan ketepatan kebijakan hanya berorientasi sesaat.
Sejarah membuktikan bahwa ketahanan pangan sangat erat kaitannya dengan ketahanan sosial, stabilitas ekonomi, stabilitas politik, dan keamanan atau ketahanan nasional (Suryana, 2001, Simatupang et.all). Bulog menjadi salah satu instrumen operasionalnya.

Optimalisasi Bulog
Meski sudah berubah menjadi Perum, Bulog masih melaksanakan fungsi public service obligation (PSO) dan lembaga komersial. Undang-Undang (UU) No 7/1996 tentang Pangan, mengamanatkan agar Bulog tetap menjalankan tugas logistik di bidang pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran beras sebagai komoditas pangan pokok.
Ada lima tugas publik Bulog, yaitu, menjamin harga pembelian pemerintah (HPP), stabilisasi harga, penyaluran beras untuk keluarga miskin (raskin), mengelola stok pangan nasional, dan promosi ekspor. Tugas tersebut tidak pernah dihilangkan, bahkan makin diperkuat dengan manajemen baru.
Di samping beras, masih ada tiga komoditas pangan lainnya, yaitu gula, kedelai, dan jagung sebagai komoditas strategis yang perlu ditangani secara serius. Karena itu, perlu optimalisasi peran Bulog dalam menangani empat komoditas pangan strategis tersebut. Tugas pokok dan fungsi Bulog harus dipertegas.
Setiap penugasan pemerintah, perlu diformalkan dalam bentuk kebijakan, seperti keputusan presiden (keppres) atau keputusan menteri (kepmen) sehingga landasan hukumnya jelas dan konsekuensi dari penugasan tersebut dapat diperhitungkan. Saatnya Bulog mengambil peran penyediaan pangan sangat strategis ini.
Perum Bulog tak seharusnya hanya berpikir untung-rugi. Bulog harus bisa menjadi stabilisator ketersediaan semua produk pangan nasional karena memiliki catatan dan pengalaman yang cukup mumpuni pada masa lalu. Namun, pelaksanaannya harus lebih fleksibel, transparan, profesional, dan efisien.
Kedua, faktor revitalisasi pertanian. Minimnya revitalisasi sektor pertanian mengakibatkan rendahnya produktivitas pertanian. Akhirnya mengakibatkan kekurangan persediaan pangan. Apalagi, dengan luas lahan makin berkurang.
Revitalisasi pertanian yang sudah dicanangkan berkali-kali sekadar sebuah seremonial untuk kepentingan publikasi program. Upaya membenahi semua yang dibutuhkan bagi kebangkitan sektor pertanian tidak kunjung terjadi. Seperti diingatkan ahli ekonomi pertanian Peter Timmer, sepanjang tidak ada inovasi baru, tidak ada teknologi baru yang diperkenalkan, jangan heran apabila produktivitas tidak pernah akan meningkat.
Tanpa ada revitalisasi, mustahil kelangkaan pangan nasional (kedelai) akan berakhir. Apalagi, kalau kita lihat cara pengelolaan produk hasil pertanian yang tanpa inovasi baru, mulai dari tingkat petani hingga lembaga yang lebih tinggi. Penanganannya begitu buruk.
Padahal, lebih dari 60 persen bangsa ini masih hidup dari sektor pertanian. Ketika kehidupannya terus tertekan, merekalah yang akhirnya menjadi kelompok masyarakat miskin itu. Jika mau dan terus berusaha menciptakan inovasi-inovasi baru, para petani akan lebih makmur dan sejahtera.
Selain faktor di atas, khusus untuk komoditas kedelai, para petani lokal kita ternyata tidak tertarik menanam kedelai karena tidak ada insentif dan kemudahan untuk menjual hasil produksinya. Sementara itu, harga jualnya tak bisa menutup ongkos produksi.
Kedua, kenaikan harga kedelai dunia dari 300 dolar AS per ton menjadi 600 dolar AS per ton. Kenaikan itu menyebabkan harga kedelai dalam negeri melonjak dari Rp 3.000 per kilogram menjadi Rp 6.000 sampai Rp 8.000 per kilogram. Ketiga. Keadaan ini diperparah lagi dengan kebijakan pembangunan pertanian yang keliru. Pemerintah lebih memprioritaskan usaha-usaha agrobisnis perkebunan yang berlahan luas, seperti kelapa sawit, sementara pembangunan tanaman pangan terabaikan.
Dulu setiap musim kemarau hampir 80 persen ladang milik masyarakat ditanami kedelai. Namun, sekarang tidak ada satu lahan pun ditanami kedelai. Ketika ditanya, para petani menjawab menanam kedelai rugi, menjualnya juga susah.
Melihat beberapa persoalan di atas, sudah saatnya bagi pemerintah membenahi kembali tata niaga komoditas pangan nasional, terutama kedelai yang menjadi hajat seluruh rakyat. Perlu juga merekonstruksi kembali beragam kebijakan praktis baik berupa penyediaan, pendistribusian, dan penetapan harga yang lebih kompetitif agar masyarakat dapat sedikit bernapas sesaat di tengah himpitan ekonomi yang semakin mencekik. Kalau bukan pemerintah, lantas siapa lagi yang akan bertanggung jawab dan peduli serta berpihak kepada masyarakat.
Para pedagang gorengan pun terkena imbas nya, tempe dan tahu jadi langka. Hasil survei di beberapa tempat banyak pedagang gorengan yang tidak menjual lagi tahu dan tempe, nasib yang tragis baru-baru ini seorang pedagang gorengan sampai bunuh diri, semoga ini tidak terjadi dengan para pedagang yang lainnya.


wassalam

Rachmad
Independent
Pemerhati public & media
rbacakoran at yahoo dot com

Monday, January 7, 2008

Awal Tahun 2008 Gelar Pameran Lukisan Gigih Wiyono

JAKARTA 5 JANUARI 2008

Awal Tahun 2008 Gelar Pameran Lukisan Gigih Wiyono

Memasuki awal tahun 2008, Galeri Nasional Indonesia kembali hadir di permukaan publik Jakarta dengan menghadirkan karya terkenal pelukis dan pematung Gigih Wiyono di Galeri Nasional Indonesia, Jalan Medan Merdeka Timur 14, Jakarta Pusat mulai Jumat (4/1) hingga Selasa (15/1) mendatang.

Pameran tersebut bertema "Diva Sri Migrasi" dibuka oleh istri Gubernur DKI Jakarta, Ny Tatiek Fauzi Bowo pada hari Jumat malam yang lalu.

Dalam pembukaan pameran dimeriahkan juga oleh kolaborasi seni tari Merel Wardaningrum dan Yan Rizky Utami serta kotekan lesung kaum ibu Padepokan Djayabinangun, Sukoharjo, Jawa Tengah, bertajuk "Sri Mulih".

KRT Gigih Wiyono Hadinagoro yang lebih dikenal sebagai Gigih Wiyono lahir di Sukohardjo, Jawa Tengah pada 30 Agustus 1967. Dia menyelesaikan pendidikan Sekolah Tinggi Seni Indonesia atau STSI Surakarta, dan melanjutkan ke Institut Senirupa Indonesia (ISI) Yogyakarta.

Gigih Wiyono mulai pameran sejak tahun 1989 diawali di Pekanbaru, Riau. Selain sebagai pelukis, Gigih juga dikenal sebagai pematung. "Diva Sri Migrasi" adalah pemeran tunggal kesebelas Gigih Wiyono. Sosok "Dewi Sri" yang dianggap sebagai "Dewi Kesuburan" diangkat menjadi tema sentral dalam karya-karya Gigih kali ini. Sang Dewi memberikan banyak inspirasi dengan segala kelembutan, kekuatan bahkan misteri kehidupan digubah secara intens dalam lukisan karya Gigih.

Pemilik Galeri 678, S Jacob mengatakan, perkembangan seni rupa akhir-akhir ini sangat marak dan menunjukkan kemajuan signifikan. Galeri 678 merespon perkembangan ini dengan menghadirkan pameran-pameran karyanya di Galeri Nasional Indonesia.

"Pada usia yang tergolong muda, Gigih dengan energi positifnya terus berkiprah dalam perjalanan seni rupa Indonesia," kata S Jacob,

Penyanyi legendaris Waldjinah yang dikenal dengan "Walang Kekek" menilai, karya Gigih Wiyono yang ekspresionis dengan obyek tradisional menghentak hati nurani kita untuk mengingat cita-cita sejarah di masa lalu. Budaya yang akan hilang itu seakan-akan terangkat kembali dengan melihat karya-karyanya yang berjudul "Berkah Dewi Sri", "Rizki Agung" dan "Pertemuan".

Saat-saat akan pembukaan pameran, terjadi hal yang diluar dugaan, matinya aliran listrik selama 15 menit. Hadir tamu dari berbagai elemen sektoral, kalangan seniman, pengusaha orba Sudwikatmono pemilik tunggal bioskop 21 dan bisnis raksasa di penjuru Indonesia yang didampingi oleh istrinya.

Menurut Nyonya Fauzi Bowo, matinya aliran listrik bertanda suksesnya pameran - disambut tepuk tangan meriah oleh dari para pengunjung. Para tamu undangan juga menerima kenang-kenangan dari pihak penyelenggara berupa seikat tangkai padi menguning dalam bungkusan plastik bening yang indah untuk di bawa pulang.



WASSALAM

RACHMAD
INDEPENDENT
rbacakoran at yahoo dot com

www.rachmadindependent.blogspot.com

Wednesday, January 2, 2008

Renungan Awal Tahun

Jakarta, 1 Desember 2008
Renungan Awal Tahun
Begitu manusia lahir di dunia secara normal, baik fisik maupun dari hasil proses pernikahannya, tak ada manusia di sekelilingnya yang tidak senang dan gembira. Semua menyambutnya dengan suka ria. Tetangga, kerabat, dan famili mengucapkan selamat. Ayah dan ibunya memelihara dengan penuh kasih sayang. Siang dan malam memperhatikan pertumbuhannya.
Tak terasa sampailah pada usia dewasa mengenal kehidupan dunia. Sungguh indah, bumi dipenuhi manusia beraneka suku, bangsa, dan ras, dihiasi tumbuh-tumbuhan yang berbunga dan berbuah. Beraneka ragam warna-warninya. Juga dilengkapi dataran tinggi dan rendah. Langit pun dihiasi bintang-bintang yang gemerlap, sinar rembulan yang menambah keindahan hidup. Sinar matahari pun menyebar di bumi menyempurnakan kehidupan manusia. Semuanya diatur sempurna oleh Yang Mahasempurna. Manusia normal, baik yang miskin maupun yang kaya, rasanya tidak mau berpisah dengan kehidupan dunia. Barangkali karena pesona hiasan dan keindahannya. Apalagi jika dianugerahi keturunan dan harta kekayaan, lupa akan kehidupan sesudahnya.
Namun manusia kerapkali tidak menyadari bahwa kehidupan dunia hanya merupakan transit dari kehidupan alam rahim ke alam sesudahnya, yaitu alam barzah dan akhirat. Banyak manusia yang terlena dalam kehidupan dunia, karena memang kehidupan dunia merupakan perhiasan dalam permainan. Tidak sedikit manusia asyik dengan kehidupan dunia.
Padahal kehidupan dunia pada hakikatnya sangat singkat, seperti halnya yang telah dijelaskan oleh Allah SWT dalam firman-Nya Surat Alkahfi ayat 45-46, ''Dan buatlah perumpamaan bagi mereka! Perumpamaan kehidupan dunia bagaikan air hujan yang Kami turunkan dari langit. Maka bercampurlah dengan air, tumbuh-tumbuhan bumi dan menjadi subur karenanya. Kemudian tumbuh-tumbuhan menjadi kering terserap angin dan Allah Mahakuasa atas segala sesuatu. Harta dan anak-anak adalah hiasan kehidupan dunia. Dan amal-amal yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta sebaik-baik harapan.''
Jika kita gunakan akal kita untuk berpikir tentang kehidupan dunia, maka betapa singkatnya, bagaikan air turun dari langit jatuh ke bumi.
Air menumbuhkan tumbuh-tumbuhan dan tumbuhan dalam masa tertentu kering terserap angin, maka rusaklah tumbuh-tumbuhan.
Di manakah hakikat air yang jatuh? Itulah gambaran kehidupan dunia.
Allah menjelaskan bahwa amal perbuatan yang kekal lagi saleh itu lebih baik pahalanya di sisi-Nya serta sebaik-baik harapan untuk masa depan di akhirat. Maka di awal tahun ini, mari kita tekadkan diri untuk menggunakan sisa umur kita dengan sebaik-baiknya. Karena kita tak tahu, apakah masih bisa menyaksikan pergantian tahun di akhir Desember mendatang.

Wassalam

Rachmad
INDEPENDENT
Pemerhati Public & Media
rbacakoran at yahoo dot com

www.rachmadindependent.blogspot.com atau
http://rachmadindependent.blogspot.com

Wednesday, December 12, 2007

REPRODUKSI SOSIAL DAN PEMBANGUNAN MANUSIA

Jakarta, 10 Desember 2007
Reproduksi Sosial dan Pembangunan Manusia
Laporan pembangunan manusia tahun 2007/2008 yang diumumkan 27 November 2007, menempatkan Indonesia pada rangking 107 dari 177 negara. Dibanding dua tahun sebelumnya, capaian pembangunan manusia di Tanah Air secara perlahan mengalami kemajuan. Tercatat, pada 2005 posisi Indonesia di urutan 110 dari 177 negara, dan pada 2006 di posisi 108 dari 177 negara.
Namun, dibanding Vietnam capaian pembangunan manusia di Tanah Air ternyata kalah cepat. Adapun posisi Vietnam di tahun 2007/2008 pada rangking 105 meningkat tajam dibanding tahun sebelumnya yang berada di posisi 109, atau satu tingkat di belakang Indonesia. Kemajuan Vietnam itu sungguh fantastis, mengingat dari segi pendapatan per kapita berada di bawah Indonesia. Fakta ini mengisyaratkan bahwa besarnya pendapatan per kapita sebagai aktualitas pertumbuhan ekonomi belum menjadi jaminan bahwa pembangunan manusia akan berjalan seiring.
Prioritas pembangunan
Agar pertumbuhan ekonomi berjalan seiring dengan pembangunan manusia, maka diperlukan program pembangunan yang bertujuan pada dua hal, yakni meningkatkan standar hidup dan meningkatkan kapabilitas penduduk. Hal ini bisa dicapai jika ada komitmen pemerintah dalam penyediaan anggaran yang cukup untuk pelayanan dasar, khususnya pendidikan dan kesehatan.
Celakanya, alokasi anggaran untuk pendidikan dan kesehatan di Indonesia belum cukup memadai. Besarnya alokasi anggaran pendidikan dan kesehatan pada tahun 2002, misalnya, diperkirakan sekitar 20 dolar AS per kapita per tahun. Sementara, pada tahun 1994, besarnya anggaran itu di Korea Selatan telah mencapai 160 dolar AS dan di Malaysia sekitar 150 dolar AS (UNDP, 1996).
Maka tak heran, dengan investasi pelayanan dasar yang demikian besar dan berkesinambungan, kini Korea Selatan dan Malaysia mengalami kemajuan pesat dalam pembangunan manusianya. Tercatat, Korea Selatan berada di posisi 26 dan Malaysia 63 dari 177 negara (UNDP, 2007). Disadari, tidak mudah memenuhi alokasi anggaran untuk pendidikan dan kesehatan yang memadai di Indonesia, mengingat kemampuan pemerintah terbatas.
Meski, misalnya, dilakukan prioritas tinggi pada pelayanan dasar dari pemerintah, anggaran yang disediakan tetap belum sebesar seperti Korea Selatan dan Malaysia. Namun, sepatutnya hal itu tidak menyurutkan langkah kita untuk terus melakukan pembangunan manusia. Sebab, pembangunan manusia merupakan kunci kemajuan bangsa.
Reproduksi sosial
Salah satu langkah positif yang bisa dijalankan adalah dengan pemberdayaan perempuan melalui kegiatan reproduksi sosial. Hal ini bersesuaian dengan aktivitas yang umum dilakukan perempuan dalam kegiatan sosial kemasyarakatan. Studi yang dilakukan di Amerika Serikat misalnya, menemukan bahwa kegiatan sosial kemasyarakatan untuk laki-laki umumnya pada bidang olah raga dan politik, sedangkan untuk perempuan pada bidang amal, serta organisasi kemasyarakatan bidang pendidikan dan kesehatan (UNDP, Human Development Report, 1996).
Maka, kegiatan sosial kemasyarakatan untuk kemaslahatan umat merupakan bentuk dari reproduksi sosial, dan ini bertalian langsung dengan pembangunan manusia. Di Inggris misalnya, kegiatan reproduksi sosial itu telah berlangsung sejak tahun 1980-an dan terbukti efektif dalam memajukan masyarakat. Di Lebanon, kegiatan reproduksi sosial itu antara lain diwujudkan dalam bentuk perkumpulan untuk membantu anak-anak jalanan (UNDP, 1996).
Sepintas, reproduksi sosial mirip lembaga swadaya masyarakat, namun kegiatan reproduksi sosial lebih bersifat informal. Tradisi gotong-royong yang umum dilakukan di Indonesia misalnya, dapat dipandang sebagai suatu kegiatan reproduksi sosial. Kegiatan gotong-royong itu bisa sangat efektif untuk meningkatkan pembangunan manusia, jika kegiatannya berbasis peningkatan pendidikan dan kesehatan penduduk, serta pengembangan ekonomi masyarakat.
Selain gotong-royong, ikatan sekelompok penduduk juga merupakan reproduksi sosial. Ikatan dimaksud bisa berdasarkan suku, agama, profesi, atau kesamaan ide dan aspirasi. Jika pembentukan ikatan itu dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas hidup anggota atau masyarakat, maka ikatan kelompok masyarakat dimaksud juga sejalan dengan pembangunan manusia.
Dengan demikian, gotong-royong serta ikatan atau perkumpulan yang kegiatannya berbasis pembangunan manusia, pada sisi lain dapat berfungsi sebagai katalisator pemerataan akses layanan publik, khususnya pendidikan dan kesehatan. Memang dalam soal pendapatan masih terjadi ketimpangan dalam masyarakat, yang kerap mengakibatkan masyarakat berpendapatan rendah kesulitan dalam mengakses layanan publik.
Keingingan masyarakat untuk saling membantu sesama, kadang sukar dilakukan tanpa ada yang memfasilitasinya. Maka, adanya kegiatan reproduksi sosial itu diharapkan dapat mewujudkan keinginan masyarakat dimaksud. Dan, itu lebih terhormat dibanding mengharap bantuan dari negara atau bangsa lain. Sebab, bantuan dari negara atau bangsa lain itu kadang menimbulkan efek samping, yakni mengendurnya kedaulatan dan kehormatan bangsa kita.
Mencermati kecilnya porsi anggaran yang bisa disediakan pemerintah untuk pembangunan manusia, maka kegiatan reproduksi sosial sangat diharapkan dapat menutupi kekurangan pemerintah tersebut. Saat ini, dua dari tiga indikator pokok pembangunan manusia perlu mendapat perhatian serius, yakni pendidikan dan angka umur harapan hidup. Tercatat, rata-rata lama sekolah (mean years scooling) hanya selama 7,3 tahun, atau rata-rata pendidikan penduduk setara kelas satu SMP. Sedangkan angka umur harapan hidup tercatat 69,7 tahun, lebih rendah dibanding sejumlah negara ASEAN, seperti Singapura 79,4 tahun, Brunei Darussalam 76,7 tahun, Malaysia 73,7 tahun, Vietnam 73,7 tahun, Filipina 71 tahun, dan Thailand 69,6 tahun (UNDP, Human Development Report 2007/2008, 2007)
Wassalam

Rachmad
INDEPENDENT
Pemerhati Public & Media
rbacakoran at yahoo dot com

www.rachmadindependent.blogspot.com atau
http://rachmadindependent.blogspot.com

MENCERMATI KONTRAK PRODUCTION SHARING

Jakarta, 10 Desember 2007
Mencermati Kontrak Production Sharing
Dengan meningkatnya harga minyak dunia yang sempat mendekati 100 dolar AS per barrel, pemerintah berencana mengalihkan sebagian penggunaan premium yang bersubsidi ke bensin yang beroktan tinggi (RON 90) dan Pertamax. Di jalan-jalan protokol kota besar nantinya tidak disediakan premium bagi mobil pribadi, sehingga mereka terpaksa harus membeli bensin dengan harga yang lebih mahal. Dengan demikian pemerintah berharap subsidi BBM bisa ditekan.
Artinya, sebagian beban kenaikan harga minyak dunia dilimpahkan kepada masyarakat. Pemilik mobil pribadi harus rela merogoh kocek lebih dalam. Itulah inti burden sharing atau bagi-bagi beban. Bukankah itu berarti harga bensin dinaikan secara implisit? Pembagian beban, apakah secara eksplisit melalui kenaikan harga maupun secara implisit dengan mengurangi pasokan BBM bersubsidi bukanlah hal yang baru. Setiap kali posisi fiskal terancam oleh kenaikan harga minyak dunia, pemerintah selalu mengambil jalan pintas seperti ini. Ada pertanyaan yang selalu menggelitik setiap kali pemerintah melakukannya; adakah jalan lain?
Ada, dan itu selalu gagal dilakukan. Jalan lain tersebut adalah peningkatan produksi minyak bumi dan penurunan ongkos produksi. Selama sembilan tahun terakhir, praktis produksi minyak bumi Indonesia terus-menerus mengalami penurunan dari 1,6 juta barel per hari menjadi hanya 910 ribu barel. Kalau saja produksi bisa digenjot lagi ke 1,2 juta barel niscaya kita tak perlu kerepotan menaikan harga. Dan itu sangat mungkin dilakukan dalam jangka dekat ini kalau sumur tua (brown field) diaktifkan kembali. Salah satu kegagalan terbesar pemerintah adalah pemanfaatan potensi brown field yang begitu saja ditelantarkan.
Hal lain yang gagal dilakukan adalah menekan ongkos produksi. Melalui production sharing contract (KPS) seluruh biaya operasional dan investasi dibebankan kepada pemerintah dan disebut sebagai cost recovery. Anehnya, dari tahun ke tahun cost recovery selalu meningkat sementara jumlah yang diproduksi cenderung menurun. Suatu hal yang sama sekali tak masuk logika. Apa masalahnya?
Temuan BPKP dan BPK menunjukkan negara dirugikan sebesar Rp 18,07 triliun rupiah akibat penggelembungan dalam cost recovery. Sebagian besar penggelembungan timbul karena lemahnya pengawasan yang mengakibatkan pengeluaran perusahaan di luar batas kewajaran. Teman saya di BP Migas malah berseloroh bahwa biaya orang kentut saja dimasukan kedalam komponen cost recovery.
Production sharing contract (PSC/KPS) merupakan skema kontrak yang lazim dalam ekonomi syariah disebut sebagai mudharabah. Dalam kontrak ini, bagi hasil dilakukan setelah seluruh komponen biaya diperhitungkan. Masalah utama dalam kontrak seperti ini adalah dalam menentukan kewajaran biaya produksi.
Mudharabah akan memenuhi prinsip keadilan apabila produksi dilakukan dengan metoda yang paling efisien dan dengan demikian biaya dapat ditekan sampai serendah mungkin. Setiap penggelembungan biaya di atas biaya yang paling efisien akan merugikan salah satu pihak dan merupakan suatu bentuk pencurian.
Terdapat dua syarat utama untuk bisa tercapainya efisiensi dan tercegahnya penggelembungan. Pertama, pelaksana kontrak harus mengaplikasikan teknologi atau metoda produksi yang paling efisien. Penggunaan teknologi yang tidak efisien akan merugikan kedua belah pihak karena mengurangi potensi keuntungan yang dibagihasilkan.
Selain itu, hal ini juga menimbulkan kesulitan dalam menentukan batas kewajaran pembebanan biaya. Biasanya, penghitungan kewajaran dilakukan dengan benchmarking terhadap perusahaan sejenis yang paling efisien. Benchmarking menjadi sulit manakala teknologi yang digunakan bukan yang paling efisien. Dalam situasi seperti ini, sangat sulit menentukan tingkat kewajaran biaya.
Syarat kedua adalah keterbukaan dalam pencatatan keuangan sehingga pemberi kontrak dapat melakukan monitoring dan pengawasan terhadap pelaksana kontrak. Dalam setiap komponen pembiayaan harus ditentukan satuan biaya maksimal, standard harga dan standard pemakaian faktor produksi. Di luar itu, segala biaya yang timbul bukan merupakan komponen yang bisa dibebankan kepada kontrak.
Dalam laporan BPK yang diungkapkan kepada publik sangat jelas bahwa kedua syarat ini tidak terpenuhi. Unit cost di masing-masing PSC bisa berbeda sampai 50 persen. Standard biaya juga belum ditentukan sehingga tampak pengenaan biaya yang sangat serampangan. Selain itu, sistem pelaporan keuangan juga sangat jauh di bawah standard sehingga sangat menyulitkan pelaksanaan audit.
Intinya, dalam kontrak mudharabah masalah ketidaksempurnaan dalam informasi keuangan dan tata laksana produksi merupakan masalah klasik yang harus bisa dipecahkan untuk mencapai keadilan bagi hasil. Hal ini menjadi sangat sulit untuk dicapai manakala kontraktor dapat dengan leluasa membebankan biaya di luar batas kewajaran.
Hal itu biasa terjadi dalam lingkungan yang korup dan penegakan hukum yang lemah. Amanah memang merupakan kata-kata yang sering ditebarkan oleh para pendakwah, tetapi juga merupakan hal yang sangat langka diterapkan di negeri ini. Dibutuhkan sebuah rezim yang bersih untuk melaksanakan kontrak bisnis yang sesuai dengan syariah.
Wassalam

Rachmad
INDEPENDENT
Pemerhati Public & Media
rbacakoran at yahoo dot com

www.rachmadindependent.blogspot.com atau
http://rachmadindependent.blogspot.com

MENYAMBUT UU PARPOL YANG BARU

Jakarta, 10 Desember 2007

Menyambut UU Parpol yang Baru

Kamis (6/12) lalu rapat paripurna DPR menyepakati pengesahan rancangan undang-undang partai politik menjadi UU Partai Politik (UU Parpol). Rapat paripurna yang juga dihadiri Menteri Dalam Negeri, Mardiyanto, sebagai wakil pemerintah tersebut berisi pandangan umum sebelas fraksi melalui juru bicara masing-masing yang menyepakati RUU Parpol untuk disahkan menjadi UU. Maka, lahirlah UU Parpol yang kedua sejak era reformasi, menggantikan UU Nomor 31 Tahun 2002 yang kini berlaku.
Ada beberapa hal penting dan menimbulkan pembahasan alot dalam rapat-rapat panitia khusus. Beberapa hal tersebut adalah syarat pendirian parpol, keterwakilan perempuan, keuangan parpol termasuk bentuk dan jumlah sumbangan, asas parpol, serta mekanisme internal parpol dan bentuk sanksinya.
Mencermati UU Parpol yang baru ini, ada terobosan penting yang perlu dicatat. Pertama, anggota pansus DPR tetap mempermudah syarat pendirian parpol yaitu dengan minimal 50 orang WNI. Syarat jumlah minimal ini sama dengan UU Nomor 31/2002. Semangat mempermudah pendirian parpol ini adalah bagian dari demokratisasi yang kita usung bersama dan merupakan hak politik yang dijamin konstitusi.
Bedanya terletak pada keterwakilan perempuan, dan ini menjadi terobosan kedua yang penting. Dalam pendirian parpol harus menyertakan minimal 30 persen perempuan (minimal 15 orang) sebagai pendiri parpol dan kepengurusan di tingkat pusat menyertakan paling sedikit 30 persen perempuan. Sementara itu untuk kepengurusan parpol di tingkat provinsi dan kabupaten/kota pun harus memerhatikan keterwakilan minimal 30 persen perempuan yang diatur dalam AD/ART parpol.
Makna dari diakomodasinya keterwakilan perempuan dalam UU Parpol adalah perluasan partisipasi politik perempuan. Ini menjadi modal penting bagi relasi yang konstruktif antara parpol dan kaum perempuan. Sebagaimana diketahui, partisipasi politik perempuan masih rendah dalam aktivitas partai politik selama ini.
Ketiga adalah keuangan parpol. Isu tentang Badan Usaha Milik Parpol (BUMP) yang mengemuka di awal pembahasan dan menjadi usulan beberapa parpol, akhirnya tidak disepakati dalam UU ini. Ada tiga sumber keuangan yang resmi yaitu iuran anggota, bantuan negara (ABPN/APBD), dan sumbangan perorangan dan badan usaha. Untuk sumbangan perorangan jumlahnya dinaikkan menjadi maksimal Rp 1 miliar.
UU ini juga tegas melarang parpol memperoleh sumbangan dana dari asing. Bentuk larangan lain adalah parpol dilarang menggunakan fraksi di DPR dan DPRD sebagai sumber keuangan parpol. Ini berarti melarang kebiasan yang selama ini terjadi bahwa parpol mengutip sumbangan dari anggota parlemennya. Aturan ini diarahkan untuk menjaga kemandirian anggota DPR (fraksi) atas parpol induknya.
Pertanyaan kritisnya adalah apakah UU Parpol yang baru ini mampu memperkuat institusi parpol? Persoalan parpol di Indonesia terletak pada masih lemahnya manajemen parpol sehingga memperlemah pula kinerjanya di masyarakat. Citra parpol sekarang mengalami krisis seiring rendahnya kepercayaan publik terhadap institusi ini.
UU Parpol ini hanyalah salah satu sarana memperkuat, yang lebih penting adalah mekanisme internal melalui AD dan ART parpol. Politisi parpol belum 'hidup' di dalam partai, menjadikan parpol sebagai pengabdian mereka. Jangan sampai parpol 'hanya' menjadi kumpulan politisi untuk mengincar jabatan-jabatan politik dengan berbagai cara. Sebagus apa pun UU dibuat dan dihasilkan, akan menjadi 'pepesan kosong' saja jika dilaksanakan tanpa jiwa dan komitmen.
Wassalam

Rachmad
INDEPENDENT
Pemerhati Public & Media
rbacakoran at yahoo dot com

www.rachmadindependent.blogspot.com atau
http://rachmadindependent.blogspot.com