Wednesday, December 12, 2007

REPRODUKSI SOSIAL DAN PEMBANGUNAN MANUSIA

Jakarta, 10 Desember 2007
Reproduksi Sosial dan Pembangunan Manusia
Laporan pembangunan manusia tahun 2007/2008 yang diumumkan 27 November 2007, menempatkan Indonesia pada rangking 107 dari 177 negara. Dibanding dua tahun sebelumnya, capaian pembangunan manusia di Tanah Air secara perlahan mengalami kemajuan. Tercatat, pada 2005 posisi Indonesia di urutan 110 dari 177 negara, dan pada 2006 di posisi 108 dari 177 negara.
Namun, dibanding Vietnam capaian pembangunan manusia di Tanah Air ternyata kalah cepat. Adapun posisi Vietnam di tahun 2007/2008 pada rangking 105 meningkat tajam dibanding tahun sebelumnya yang berada di posisi 109, atau satu tingkat di belakang Indonesia. Kemajuan Vietnam itu sungguh fantastis, mengingat dari segi pendapatan per kapita berada di bawah Indonesia. Fakta ini mengisyaratkan bahwa besarnya pendapatan per kapita sebagai aktualitas pertumbuhan ekonomi belum menjadi jaminan bahwa pembangunan manusia akan berjalan seiring.
Prioritas pembangunan
Agar pertumbuhan ekonomi berjalan seiring dengan pembangunan manusia, maka diperlukan program pembangunan yang bertujuan pada dua hal, yakni meningkatkan standar hidup dan meningkatkan kapabilitas penduduk. Hal ini bisa dicapai jika ada komitmen pemerintah dalam penyediaan anggaran yang cukup untuk pelayanan dasar, khususnya pendidikan dan kesehatan.
Celakanya, alokasi anggaran untuk pendidikan dan kesehatan di Indonesia belum cukup memadai. Besarnya alokasi anggaran pendidikan dan kesehatan pada tahun 2002, misalnya, diperkirakan sekitar 20 dolar AS per kapita per tahun. Sementara, pada tahun 1994, besarnya anggaran itu di Korea Selatan telah mencapai 160 dolar AS dan di Malaysia sekitar 150 dolar AS (UNDP, 1996).
Maka tak heran, dengan investasi pelayanan dasar yang demikian besar dan berkesinambungan, kini Korea Selatan dan Malaysia mengalami kemajuan pesat dalam pembangunan manusianya. Tercatat, Korea Selatan berada di posisi 26 dan Malaysia 63 dari 177 negara (UNDP, 2007). Disadari, tidak mudah memenuhi alokasi anggaran untuk pendidikan dan kesehatan yang memadai di Indonesia, mengingat kemampuan pemerintah terbatas.
Meski, misalnya, dilakukan prioritas tinggi pada pelayanan dasar dari pemerintah, anggaran yang disediakan tetap belum sebesar seperti Korea Selatan dan Malaysia. Namun, sepatutnya hal itu tidak menyurutkan langkah kita untuk terus melakukan pembangunan manusia. Sebab, pembangunan manusia merupakan kunci kemajuan bangsa.
Reproduksi sosial
Salah satu langkah positif yang bisa dijalankan adalah dengan pemberdayaan perempuan melalui kegiatan reproduksi sosial. Hal ini bersesuaian dengan aktivitas yang umum dilakukan perempuan dalam kegiatan sosial kemasyarakatan. Studi yang dilakukan di Amerika Serikat misalnya, menemukan bahwa kegiatan sosial kemasyarakatan untuk laki-laki umumnya pada bidang olah raga dan politik, sedangkan untuk perempuan pada bidang amal, serta organisasi kemasyarakatan bidang pendidikan dan kesehatan (UNDP, Human Development Report, 1996).
Maka, kegiatan sosial kemasyarakatan untuk kemaslahatan umat merupakan bentuk dari reproduksi sosial, dan ini bertalian langsung dengan pembangunan manusia. Di Inggris misalnya, kegiatan reproduksi sosial itu telah berlangsung sejak tahun 1980-an dan terbukti efektif dalam memajukan masyarakat. Di Lebanon, kegiatan reproduksi sosial itu antara lain diwujudkan dalam bentuk perkumpulan untuk membantu anak-anak jalanan (UNDP, 1996).
Sepintas, reproduksi sosial mirip lembaga swadaya masyarakat, namun kegiatan reproduksi sosial lebih bersifat informal. Tradisi gotong-royong yang umum dilakukan di Indonesia misalnya, dapat dipandang sebagai suatu kegiatan reproduksi sosial. Kegiatan gotong-royong itu bisa sangat efektif untuk meningkatkan pembangunan manusia, jika kegiatannya berbasis peningkatan pendidikan dan kesehatan penduduk, serta pengembangan ekonomi masyarakat.
Selain gotong-royong, ikatan sekelompok penduduk juga merupakan reproduksi sosial. Ikatan dimaksud bisa berdasarkan suku, agama, profesi, atau kesamaan ide dan aspirasi. Jika pembentukan ikatan itu dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas hidup anggota atau masyarakat, maka ikatan kelompok masyarakat dimaksud juga sejalan dengan pembangunan manusia.
Dengan demikian, gotong-royong serta ikatan atau perkumpulan yang kegiatannya berbasis pembangunan manusia, pada sisi lain dapat berfungsi sebagai katalisator pemerataan akses layanan publik, khususnya pendidikan dan kesehatan. Memang dalam soal pendapatan masih terjadi ketimpangan dalam masyarakat, yang kerap mengakibatkan masyarakat berpendapatan rendah kesulitan dalam mengakses layanan publik.
Keingingan masyarakat untuk saling membantu sesama, kadang sukar dilakukan tanpa ada yang memfasilitasinya. Maka, adanya kegiatan reproduksi sosial itu diharapkan dapat mewujudkan keinginan masyarakat dimaksud. Dan, itu lebih terhormat dibanding mengharap bantuan dari negara atau bangsa lain. Sebab, bantuan dari negara atau bangsa lain itu kadang menimbulkan efek samping, yakni mengendurnya kedaulatan dan kehormatan bangsa kita.
Mencermati kecilnya porsi anggaran yang bisa disediakan pemerintah untuk pembangunan manusia, maka kegiatan reproduksi sosial sangat diharapkan dapat menutupi kekurangan pemerintah tersebut. Saat ini, dua dari tiga indikator pokok pembangunan manusia perlu mendapat perhatian serius, yakni pendidikan dan angka umur harapan hidup. Tercatat, rata-rata lama sekolah (mean years scooling) hanya selama 7,3 tahun, atau rata-rata pendidikan penduduk setara kelas satu SMP. Sedangkan angka umur harapan hidup tercatat 69,7 tahun, lebih rendah dibanding sejumlah negara ASEAN, seperti Singapura 79,4 tahun, Brunei Darussalam 76,7 tahun, Malaysia 73,7 tahun, Vietnam 73,7 tahun, Filipina 71 tahun, dan Thailand 69,6 tahun (UNDP, Human Development Report 2007/2008, 2007)
Wassalam

Rachmad
INDEPENDENT
Pemerhati Public & Media
rbacakoran at yahoo dot com

www.rachmadindependent.blogspot.com atau
http://rachmadindependent.blogspot.com